“Memberdayakan Kesejatian Hidup sebagai murid Yesus Kristus”
(Yak 1:22 ; Ibr 2:17)
Saudara-saudari
Segenap Umat Beriman
Para Imam, Biarawan dan biarawati
di seluruh Wilayah Keuskupan Malang terkasih,
Pengantar
Berturut-turut selama lima tahun Gereja Katolik di Keuskupan-keuskupan yang tersebar di Indonesia mengangkat tema-tema Surat Gembala prapaskah tentang “Pemberdayaan Kesejatian Hidup”. Akhirnya sampailah pada tema “Pemberdayaan kesejatian hidup sebagai murid Yesus Kristus yang menjadi teladan hidup tiap-tiap orang beriman”. Buah hasil pembelajaran yang mulai kelihatan ialah, semangat pembaharuan ke arah pemberdayaan hidup bersama dalam masyarakat, dalam komunitas, keluarga dan lingkungan hidup. Diharapkan bahwa pembelajaran bukan hanya menjadi pembekalan bagi orang lain tetapi terutama bagi diri sendiri. Tahun 2011 melanjutkan tema Pemberdayaan Kesejatian Hidup dengan perhatian pada “kesejatian dalam perwujudan diri”. Tujuannya adalah supaya setiap umat Katolik sadar akan panggilannya sebagai sebagai anak-anak Allah yang sejati dalam perjuangan hidupnya di dunia.
Dasar Kitab Suci
Setiap orang yang berhimpun dalam keluarga Allah sebagai murid-murid Yesus mendapatkan pengajaran khusus dari guru sejati yaitu Yesus Kristus. Pengajaran yang paling unggul mendapat peragaan dalam perjamuan malam terakhir. Di dalam kisah perjamuan akhir diungkapkan “Pembasuhan kaki”. Yesus mau melakukannya. Perbuatan Yesus ini steril karena mereka sebagai murid-muridNya harus melakukannya juga diantara mereka satu sama lain. Pembasuhan kaki merupakan simbol pelayanan yang sangat mendasar dan menyentuh tata kehidupan para murid. Tata kehidupan para murid yang diharapkan adalah adanya saling melayani, meneguhkan dan mengembangkan. Pelayanan satu sama lain memberikan nuansa baru dalam kehidupan bersama. Semangat hidup seperti ini merupakan ungkapan hidup iman setiap umat beriman. Rasul Yakobus mengungkapkan dengan tegas : “Hendaknya kamu menjadi pelaku firman dan bukan pendengar saja. Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya mati” (Yak 1:22 ; Ibr 2: 17). Ispirasi pembelajaran Kitab Suci mendorong tiap umat beriman dalam keterlibatan hidup sehari-hari agar berkenan pada Allah. Allah yang telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini, memberikan diriNya melalui Yesus PuteraNya untuk menyelamatkan manusia dan seluruh alam ciptaanNya: “Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga ia telah mengaruniakan anakNya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya diselamatkan melalui Dia (Yoh 3: 16-17). Kasih Allah yang menganugerahkan hidup bagi umat beriman diharapkan berkelanjutan secara terbagi bersama sesama, sehingga perwujudan diri menjadi nyata dalam lingkungan bersama yang penuh rahmatNya. Penyerahan nyawa merupakan tindakan pengorbanan diri total. Inilah perwujudan diri yang sejati. Tindakan Yesus yang nyata menegaskan kepada kita sebagai Gereja untuk melibatkan diri dalam karya keselamatan. Keterlibatan setiap umat beriman dalam karya ini yang disertai dengan belaskasih dan pengorbanan menegaskan arti kesejatian hidup. Itulah yang telah dibagikan Yesus kepada murid-muridNya. Yesus sadar bahwa gerakan belaskasih dan pengorbanan tidak sekedar pelayanan melainkan pelayanan yang penuh resiko. Untuk mewujudkan kesejatian hidup seutuhnya kita sebagai murid-murid Yesus akan dihadapkan dengan banyak tantangan dan cobaan. Entah kecemasan, keputus-asaan dan kekhawatiran menyebabkan kita ragu atau bahkan tidak bertindak. Kesejatian hidup sebagai murid Yesus adalah keberanian bertindak untuk mewujudkan belaskasih sesuai dengan teladan SANG GURU.
Pemberdayaan kesejatian hidup sebagai murid Yesus merupakan tindakan nyata untuk pertobatan
Keterbukaan terhadap kehendak Allah merupakan hal mendasar untuk mewujudkan perutusan. Apa yang dilakukan Yesus semata-mata karena taat pada kehendak BapaNya. Mengingat bahwa tugas perutusan kita sebagai Gereja adalah membangun kehidupan yang lebih baik dan terarahnya keadilan, perdamaian, kebenaran dan kebaikan maka dibutuhkan Rahmat Allah. Rahmat Allah yang menggerakkan kita dalam perutusan ada dalam kondisi seperti bejana tanah liat yang rapuh. Kerapuhan-kerapuhan manusiawi itulah yang seringkali membuat rahmat Allah tidak tampak dan tidak berkembang sama sekali.
Saudara-saudari terkasih, kita telah diingatkan bahwa rahmat Allah yang ada dalam diri PuteraNya seharusnya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Perwujudan dan gerakan murid-murid Yesus yang kehidupannya dan karyanya sejatinya serupa dengan teladan SANG GURU, menandakan sejatinya seorang murid. Kita menyadari bahwa menjadi murid Yesus bukan soal mengerti banyak tentang Yesus, melainkan sejauh mana kita menjadi pribadi yang kehadirannya semakin sepikir, sehati dan sekehendak dengan SANG GURU. Agar semuanya ini menjadi nyata dan terwujud, dibutuhkan gerakan pertobatan yang nyata.
Gerakan pertobatan yang nyata untuk mewujudkan belaskasih di tengah-tengah dunia, mengungkapkan dua hal yang mendasar.
Pertama-tama panggilan kita sebagai gereja adalah menjadi sempurna. Sempurna sebagai seorang murid tentunya mewujudkan kehendak SANG GURU yaitu berbelaskasih menjadi karakter kita. Sebab ketika belaskasih sudah menjadi kebiasaan dan dinamika hidup Gereja, kita menghadirkan sejatinya seorang murid, ia punya hati seperti gurunya.
Kedua kehadiran Gereja yang belaskasih sekaligus menyatakan dan melulu hanya demi kemuliaan Allah. Sehingga gerakan belaskasih sebagai gerakan puasa dan tobat bukan untuk kehebatan kita, melainkan agar dunia memuliakan Allah.
Gerakan pertobatan itu nyata. Nyata ketika keterlibatan dalam karya keselamatan dilandasi dengan kemauan hati untuk mewujudkannya. Sebagaimana yang ditulis oleh rasul Petrus juga rasul Paulus menegaskan hal yang sama bahwa hati yang peduli adalah awal dari gerakan nyata pertobatan. Hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hati. Hendaklah kasih itu jangan pura-pura. Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Kasih tidak berbuat jahat kepada sesama manusia. Marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan kebenaran. Jika aku tidak mempunyai kasih, aku samasekali tidak berguna (bdk. 1 Petrus 1:22 ; Rom 12:9,10 ; 1 Kor 13:2)
Saudara-saudariku terkasih, kerelaan berbagi demi terciptanya pemberdayaan hidup bersama adalah wujud nyata kesejatian hidup. Kesejatian hidup yang nyata berdasarkan kerelaan hati dan bukan karena keterpaksaan apalagi di paksa dari luar. Pemberian diri dalam wujud doa, perhatian, pelayanan, dan kerelaan menolong akan semakin menyuburkan kesejatian hidup kita sebagi murid-murid Yesus.
Kemudian apa yang dapat disarankan kepada kita untuk mewujudkan pemberdayaan kesejatian hidup sebagai seorang murid Yesus?
? Mengucapkan syukur kepada Allah atas anugerah kehidupan
? Semakin berani melibatkan diri dalam menata kesejahteraan bersama
? Memberdayakan umat dengan segala kreatifitas untuk menanggapi dan menjawab pelbagai keprihatinan yang menghambat terwujudnya kesejatian hidup.
? Meningkatkan kerjasama dengan pelbagai pihak dalam mewujudkan harapan bersama yaitu kesejahtaraan yang berwawasan lingkungan.
? Meningkatkan kemampuan umat dalam memberikan kesaksian melalui kehadiran dan relasi dimana mereka berada.
Penutup
Kesejatian hidup seorang murid menuntut dari kita semua untuk memiliki belaskasih sebagaimana Yesus memilikinya. Untuk mencapainya dituntut adanya pembaharuan diri terus-menerus selaras dengan panggilan kita masing-masing. Pembaharuan diri sendiri banyak tantangannya. Tetapi itulah jalan untuk mewujudkan diri kita menjadi pribadi yang semakin sejati. Yesus bersabda: “Akulah jalan, kebenaran dan kehidupan”. Kita belajar dari Yesus yang mengundang setiap orang belajar kepadaNya.
Selamat menjalani masa Prapaskah 2011 dan Allah yang mengasihi dengan belaskasih memberkati saudara-saudari sekalian.
Malang, Maret 2011
Uskup Keuskupan Malang
Msgr. Herman Joseph Pandoyoputro O. Carm
dikutip dati : keuskupan-malang.web.id